Roma (Ampera-news.com) – Sebanyak 25 pengungsi diizinkan berlabuh di Pulau Sisilia, Italia, Sabtu (12/9), setelah terjebak di Laut Mediterania selama 40 hari, kata organisasi masyarakat sipil, Meditteranea.
Sekelompok pengungsi itu sebelumnya dilarang masuk oleh otoritas di Italia sehingga mereka pun bergantung pada tanker minyak milik perusahaan asal Denmark, Maersk, untuk bertahan hidup.
Puluhan pengungsi diizinkan menginjakkan kaki di Kota Pozzallo, Sisilia, Sabtu malam, karena alasan kesehatan.
Izin tersebut mengakhiri “mimpi buruk” yang dialami para pengungsi, kata pihak Meditteranea melalui pernyataan tertulis.
“Insiden terlama dan paling memalukan dalam sejarah maritim Eropa pun berakhir,” kata Mediterranea lewat unggahannya di Twitter setelah para pengungsi tiba di Sisilia.
Sebelum diizinkan masuk, para pengungsi tersebut dipindahkan dari tanker minyak Maersk Etienne ke kapal berbendera Italia, Mare Jonio, yang dikelola oleh Meditteranea. Puluhan pengungsi itu bertahan hidup di Maersk, yang menurunkan jangkarnya di perairan Malta, sejak Agustus 2020.
Meditterane menyebut para pengungsi mengalami gangguan fisik dan mental serius yang tidak memungkinkan mereka terus tinggal di kapal pengangkut minyak itu.
Kru Maersk Etienne menyelamatkan para pengungsi, termasuk seorang ibu hamil, dari atas perahu kayu dekat Malta pada 4 Agustus 2020.
Mereka sebelumnya terombang-ambing di laut selama beberapa hari di atas perahu kayu tersebut, yang langsung karam saat seluruh penumpang telah diselamatkan awal kapal tangki minyak itu.
Walaupun demikian, otoritas di Malta, Libya, dan Italia tidak mengizinkan puluhan pengungsi itu berlabuh ke daratan, kata Maersk Tankers, pengelola kapal Maersk Etienne.
“Upaya menghalangi para pengungsi masuk selama 40 hari tidak dapat ditoleransi,” kata SOS Mediterranee, organisasi masyarakat sipil lainnya, lewat unggahannya di Twitter.
SOS mendesak negara-negara anggota Uni Eropa untuk memberi solusi bagi hampir 300 orang migran yang saat ini bertahan hidup di atas kapal yang dioperasikan sebuah kelompok asal Spanyol, Open Arms.
Italia telah menjadi tujuan utama ratusan ribu pengungsi dan pencari suaka yang pergi menyelamatkan diri dari negara mereka dan menempuh perjalanan berbahaya ke daratan Eropa.
Sementara itu, pesisir barat Libya menjadi titik pemberangkatan utama bagi para migran asal Afrika, yang berharap mendapatkan nasib lebih baik di Eropa.
Jumlah pengungsi sempat turun setelah ada upaya bersama, yang dipimpin Italia, untuk menindak jaringan penyelundupan manusia serta membantu pasukan patroli Libya menghalau kapal-kapal penyelundup.
Namun, jumlah pengungsi yang berlayar menuju Eropa kembali naik pada 2020.(red)