OKI, ampera-News.com – Sekolah MI Lebak Mulya Kabupaten OKI diduga tahun 2018 mengadakan pungutan dana terhadap wali murid untuk baju seragam sekolah Rp. 110.000, ditahun berikutnya 2019 diduga mengadakan penarikan dana untuk buku Rp.10.000/ 1 buku banyaknya buku ada 6 buku, demikian juga dibulan berikutnya.
Pada tahun 2019 lagi-lagi Kepala sekolah diduga mengadakan pungutan terhadap wali murid dengan berbagai dalih salah satu nya untuk jilbab Rp. 30.000 persiswa yang dilakukan 2x ditahun yang sama, semua kebijakan yang dilakukan oknum kepala sekolah MI Lebak Mulya PN tanpa mengadakan Rapat / Musyawarah dengan komite dan banyaknya wali murid yang mengatakan tidak adanya mengadakan rapat dengan seluruh wali murid.
Mulai dari kelas 1 sampai 5 yang diduga dipungut dana, yang lebih mengherankan lagi setelah awak media dari Ampera News mengadakan wawancara konfirmasi kepada Kepsek PN yang membeli baju di pulau Jawa, padahal dipalembang / SUMSEL baju seragam sekolah bentuk apapun sangat banyak, kok bisa- bisanya PN selaku Kepala Sekolah mengambil kebijakan sendiri untuk memesan baju perlengkapan sekolah ke pulau jawa.Â
Pasal nya Oknum Kepala sekolah Diduga tanpa musyawarah kepada Komite Sekolah MI Lebak Mulya. Ada apa ini sebenarnya?, dalam masalah ini kami dari tim Media Ampera News menduga adanya pungutan liar yang di lakukan oleh oknum Kepala sekolah, penyalahgunaan wewenang jabatan dan penyelewengan dana wali murid, didalam penarikan dana terhadap wali murid MI Lebak Mulya tersebut. Diharapkan kepada aparat penegak hukum dan instasi yang terkait dapat memproses dan menindak lanjuti perbuatan Oknum Kepala Sekolah PUT di MI Lebak Mulya.
Untuk memberantas praktek pungli, Presiden mengeluarkan Perpres No 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (SABER PUNGLI).
Menurut KPK, Pungli termasuk gratifikasi yang merupakan kegiatan melanggar hukum, dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Sesuai UU tersebut, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang melakukan gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No.31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No.20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungutan liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. (Dony YN)