Jakarta (Ampera-Newsa.Com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah terkait ada penghapusan Upah Minimum Regional (UMR), baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun sektoral provinsi dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Hal itu Presiden Jokowi sampaikan dalam siaran pers secara virtual tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja, dari Istana Kepresiden Bogor, pada Jumat 9 Oktober 2020.
Ia menyatakan, bahkan ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per-jam yang ini juga disebutnya tak benar.
“Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan UMP (Upah Minimuh Provinsi), UMK (Upah Minimum Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi), hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi juga menegaskan, tak ada perubahan dengan sistem yang ada sekarang.
“Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” ujarnya.
Presiden Jokowi melihat reaksi keras hingga unjuk rasa penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang terjadi pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi UU ini dan hoaks di media sosial.
Padahal, kata Presiden Jokowi, Indonesia membutuhkan UU tersebut, setidaknya untuk tiga alasan yang mendesak.
Pertama untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas, kedua memberikan kemudahan berusaha bagi para pelaku UMKM, dan ketiga
mendukung pemberantasan korupsi karena UU itu menyederhanakan, memotong, mengintegrasikan secara elektronik maka pungli dapat dihilangkan.
Presiden Jokowi pun meyakini UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan di sidang paripurna DPR, akan memperbaiki kehidupan para pekerja dan juga keluarganya.
Presiden Jokowi mengatakan, dirinya telah memimpin rapat terbatas secara virtual pada hari ini bersama jajaran pemerintah, dan gubernur mengenai UU tersebut.
“Pemerintah berkeyakinan melalui UU ini jutaan pekerja akan memperbaiki kehidupannya dan penghidupan bagi keluarga mereka,” ujarnya.
Jokowi menjelaskan, alasan disusunnya UU tersebut, di antaranya adalah banyaknya jumlah kebutuhan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Setiap tahun, terdapat 2,9 juta penduduk usia kerja baru, atau generasi muda yang siap masuk ke pasar kerja.
Jumlah kebutuhan lapangan kerja juga semakin meningkat, karena di tengah pandemi Covid-19 ini banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Apalagi di tengah pandemi terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak COVID-19 dan sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dimana 39 persen berpendidikan sekolah dasar sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya,”
Jumlah kebutuhan lapangan kerja juga semakin meningkat, karena di tengah pandemi Covid-19 ini banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Jadi UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja dan pengangguran,” tambahnya.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa tidak benar jika ketentuan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten dan Upah Minimum Sektoral Provinsi dihapuskan dari undang-undang tersebut.
“Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” kata dia.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi mengatakan, aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja akan diselesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan.
“Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah diundangkan,” kata Jokowi.
Ia menjelaskan, UU Omnibus Law Cipta Kerja memang memerlukan banyak sekali PP dan Perpres.
Untuk itu, Presiden Jokowi membuka berbagai usulan dari seluruh lapisan masyarakat terkait penyusunan aturan turunan tersebut.”
Kami terbuka usulan masyarakat dan terbuka dari daerah,” ujarnya.
Presiden Jokowi juga membantah sejumlah informasi yang dinilainya keliru persepsi dari UU tersebut sehingga menimbulkan unjuk rasa luas di kalangan masyarakat.
“Pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai UU ini dan hoaks di media sosial. Saya ambil contoh ada yang menyebut penghapusan UMP, UMK, UMSP hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional tetap ada,” tuturnya. (Red)