BANDAR LAMPUNG, Ampera-News.com – Fakta menarik terungkap dalam sidang kasus suap Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin (06/01/2020).
Kepala BPKAD Lampung Utara, Desyadi, mengaku pernah diminta Agung Ilmu Mangkunegara untuk membeli tiga mobil mewah.
Ketiga mobil mewah itu yakni Toyota Harrier seharga Rp 750 juta, Toyota Alphard seharga Rp 1,5 miliar, dan Mercy G500 seharga Rp 650 juta.
Desyadi menjadi satu dari lima saksi yang dihadirkan untuk terdakwa penyuap Bupati Agung Ilmu Mangkunegara, Candra Safari dan Hendra Wijaya Saleh.
Keduanya diduga menyuap Bupati Agung untuk proyek-proyek di Dinas PUPR dan Perdagangan Lampung Utara.
Mereka yang merupakan rekanan ini dihadirkan dalam sidang dengan agenda berbeda.
Sidang Candra beragendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi. Ada lima saksi yang dihadirkan.
Selain Desyadi, hadir pula Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Lampung Utara Yunanda, petugas PPTK Yurisaputra, Bendahara Dinas PUPR Enda Mukti, dan mantan Kabid Bina Marga Dinas PU 2016-2018 Lampung Utara Yulias Dwi Antara.
Sedangkan sidang Hendra untuk mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK atas nota keberatan terdakwa.
Kembali ke cerita soal permintaan Bupati untuk dibelikan mobil mewah.
Menurut kesaksian Desyadi di persidangan, pertama di tahun 2016 ia diminta membeli mobil Toyota Harrier seharga Rp 750 juta.
Agung, ungkap Desyadi, mengatakan kepada dirinya untuk meminta uang untuk beli mobil tersebut kepada Syahbudin, Kadis PUPR Lampura.
Masih di tahun yang sama, akhir 2016, Desyadi kembali membelikan Agung mobil, kali ini merek Toyota Alphard seharga Rp 1,5 miliar.
Menurut dia, sumber dana dari Hunaidun. “Mungkin dari rekanan,” katanya.
Lalu, pada tahun 2018, Agung kembali minta dibelikan mobil mewah yakni Mercy G 500.
“Saya disuruh jual mobil (Toyota Harrier) seharga Rp 650 juta, terus beli mobil Mercy. Duitnya ditambah Rp 1 miliar sama Syahbudin. Saya beli di Jakarta atas nama saya. Mobilnya sekarang sudah dijual,” katanya.
Desyadi juga menyebut juga dirinya pernah mendapat titipan uang dari Wan Hendri sebesar Rp 100 juta untuk diserahkan kepada Bupati Agung.
Ia juga pernah diminta menyediakan dana Rp 1,1 miliar untuk cenderamata dalam pertemuan RT.
“Sumber dana saya minta Rp 600 juta dari Syahbudin, Rp 400 juta dari Wan Hendri, dan Rp 100 juta Afrizal,” terangnya.
Mantan Kabid Bina Marga Dinas PU 2016-2018 Lampung Utara, Yulias Dwi Antara, dalam kesaksiannya mengungkapkan pernah mendapatkan titipan fee dari rekanan sebesar Rp 57 miliar.
Fee itu untuk pekerjaan proyek senilai Rp 289 miliar pada 2017.
Titipan fee sudah diberikan sejak 2016. Namun, ia mengaku lupa berapa nilai fee yang dititipkan.
Ia berkilah hanya ingat titipan fee tahun 2017 sebesar Rp 200 juta.
Namun menurutnya, bukan dia yang mengumpulkan fee itu.
Mendengar kalimat Yulias, JPU KPK Taufiq Ibnugroho langsung membacakan BAP saksi.
“Benar? Saya bacakan BAP. Pekerjaan tahun 2017, paket proyek senilai Rp 289 miliar, ada fee Rp 57 miliar. Fee tersebut diserahkan melalui saya (saksi Yulias) dari Hendrico dan Mangkualam, benar itu?” cecar JPU Taufiq.
Mendengar ini, Yulias langsung terdiam dan tak bisa mengelak lagi.
Jaksa kemudian mencecar Yulias kemana uang fee tersebut diserahkan. Namun, saksi lagi-lagi berkilah.
Yulias justru mengatakan hal lain. Yakni, ia pernah menyerahkan uang dalam amplop untuk beberapa instansi.
Ia mengaku diajak Kepala Dinas PUPR Lampung Utara Syahbudin.
“Dari 2016 sampai 2018, ada empat kali penyerahan uang ke instansi. Tapi saya nggak tahu isinya karena sudah diamplop,” kata dia.
Saksi lain, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Lampung Utara, Yunanda, juga menyatakan pernah mendapat titipan fee proyek dari sejumlah rekanan.
Khusus dari terdakwa Candra, ia mengaku pernah mendapat titipan duit sebanyak satu kantong kresek.
“Dari terdakwa ada titipan (uang fee), tapi sebelum proyek lelang, akhir tahun 2016, satu kantong kresek,” beber dia. Ia juga mengaku mendapatkan titipan fee dari rekanan Yusman, Deni, Andre gendut, Septo. Penyerahan di kantornya. Kemudian uang fee diserahkan kepada Kadis PUPR Lampura Syahbudin.
Yunanda juga mengatakan, jika lelang proyek di Lampura cuma formalitas.
Sejak awal perencanaan, sudah ada daftar proyeknya. Daftar itu kemudian diserahkan kepada kadis.
Satu bulan kemudian, kadis menyerahkan daftar tersebut kepadanya sudah bersama pemenang lelangnya.
Ia juga mengatakan, jika sudah ada komitmen sejak awal dengan rekanan seperti disampaikan kadis Syahbudin kepadanya terkait setoran fee.
“Konsultan 30 persen, fisik 20 persen. Dan itu disampaikan pak Syahbudin saat awal saya di PU,” katanya.( Defriwansyah)
Discussion about this post