Jakarta (Ampera-news.com) – “Alhamdulillah sukarelawan kita yang masih bertahan untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza, Palestina tidak ada yang terinfeksi COVID-19”.
Informasi itu dikabarkan Site Manager pembangunan tahap II Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Jalur Gaza Ir Edi Wahyudi melalui Ketua Presidium Organisasi Kegawatdaruratan Kesehatan “Medical Emergency Rescue Committee” (MER-C) Indonesia dr Sarbini Abdul Murad terkait perkembangan terakhir kasus COVID-19 di wilayah itu.
Hingga sebelum COVID-19 ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi, Jalur Gaza, wilayah kantong yang hingga kini masih diblokade oleh zionis Israel sudah mengalami krisis kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi.
Akibatnya, kini, dengan adanya penularan COVID-19 yang juga melanda Gaza, ada tambahan “gempuran” lagi, karena sebelumnya — an bahkan sampai saat ini– gempuran serangan dari tentara zionis Israel pun menjadi ancaman setiap saat.
Derita warga Gaza pun masih belum berkesudahan, terlebih dengan pandemi yang kini juga melanda kawasan yang juga berbatasan dengan Mesir itu.
Peningkatan positif COVID-19 di Gaza kini terus bertambah.
Pejabat kesehatan di Gaza pada Rabu (26/8) mengatakan 26 orang di beberapa lokasi dinyatakan positif COVID-19 dan dua pasien meninggal.
Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad mengonfirmasi beberapa dokter dan perawat yang bekerja di RSI di Gaza terinfeksi positif COVID-19.
Mereka adalah dr Abdullah Hasumi (ahli jantung), dr Hisyam Abu Jahlum (ahli penyakit dalam), Hakim Haitsam (perawat), Aslam Ghaban (tenaga kebersian/qismul iyanah).
Akibatnya, sukarelawan MER-C yang sebagian besar dari divisi konstruksi untuk sementara tidak melakukan pekerjaan lanjutan guna mencegah penularan.
Atas kondisi tersebut, 22 sukarelawan asal Indonesia di RSI diisolasi dan dikarantina mandiri di Wisma Dr Joserizal Joernalis di Gaza Palestina lantai 3 gedung RSI yang belum selesai pengerjaannya.
Baca juga: Infeksi COVID-19 menyebar, karantina wilayah di Gaza diperpanjang
Tenda isolasi
Lantai 3 RSI akhirnya dijadikan tempat isolasi para tenaga kesehatan yang terinfeksi.
Dalam waktu kurang dari 24 jam sudah dalam pantuan 22 orang dan di RSI empat orang positif COVID-19 dan dua orang di RS Rantisi.
Pekerjaan proyek RSI tahap II dihentikan sejak ditemukan satu keluarga di luar karantina terinfeksi COVID-19 pada Selasa, 25 Agustus 2020.
Petugas kesehatan di RSI bekerja keras terus menerus siang dan malam selama 24 jam menerima dan memeriksa orang-orang yang berinteraksi dengan korban COVID-19 di luar karantina.
Sudah empat orang yang positif dirawat dan satu meninggal di RS Indonesia sehingga pemeriksaan intensif dilakukan di RSI, di mana petugas pengamanan dan kru ambulans juga dilengkapi pakaian khusus dari kepala hingga telapak kaki terbungkus.
Hingga saat ini, menurut Sarbini Abdul Murad, pemeriksaan intensif 24 jam masih terus berlangsung.
Bahkan, di depan RSI juga didirikan tenda darurat untuk tempat isolasi karena keterbatasan tempat isolasi di Gaza.
Dalam perkembangan terbaru hampir seluruh lantai 3 sudah diminta pihak RSI untuk menempatkan tenaga medis yang tidak pulang selama bertugas.
Pihak RSI terpaksa meminta menyediakan dua ruangan untuk dokter jaga menginap di lantai 3 yang sudah siap fisik dan airnya meski belum ada sama sekali peralatan furnitur yang tersedia.
Kondisi tidak memadainya layanan kesehatan di Gaza –bahkan sebelum pandemi COVID-19 pun– adalah fakta.
Kepala Subdelegasi Gaza dari Komite Internasional Palang Merah Ignacio Casares Garcia seperti dikutip Reuters, mengonfirmasi kondisi itu, dengan menyebut rumah sakit dan pusat kesehatan di wilayah tersebut tidak memiliki peralatan medis dan obat yang memadai untuk perawatan pasien COVID-19.
Seraya menyerukan lebih banyak bantuan internasional, ia menambahkan sistem perawatan kesehatan Gaza disebutnya “tidak akan dapat menangani lebih dari beberapa lusin pasien virus corona(red)
Discussion about this post