Jateng (www.ampera-news.com) – Kasus pencabulan yang menimpa sejumlah santriwati di sebuah pondok pesantren (ponpes) Batang mendapat sorotan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ganjar bahkan sempat menginterogasi tersangka yang tak lain adalah pengasuh ponpes bernama Wildan Mashuri (57) di Mapolresta Batang saat gelar perkara.
Saat itu Ganjar datang ke Polres Batang bersama Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi.
“Kenapa kamu tega melakukan itu? Apalagi korbanmu itu masih anak-anak. Kamu tidak sadar bahwa itu salah. Jujur saja sekarang, berapa santri yang jadi korbanmu?” tanya Ganjar dengan nada tinggi.
Dicecar pertanyaan dari Ganjar, Wildan pun mengaku ada dua alumni santrinya juga menjadi korban.
“Berarti 17 korban, ada lagi tidak. Jujur saja,” desak Ganjar. Ganjar mengaku marah dengan peristiwa itu.
Catatan kelam dunia pendidikan
Orang nomor satu di Jateng menganggap kasus itu merupakan catatan kelam dunia pendidikan.
Pasalnya, kasus tersebut bukan pertama kali di Batang. Sebelumnya, tepatnya di bulan September 2022, ada kasus pemerkosaan dengan korban 22 orang di Batang.
“Tentu kami marah. Apalagi korbannya masih anak-anak. Bagi kami, ini serius karena anak kita itu harus dilindungi, bukan untuk dikerasi dalam bentuk apa pun. Kami akan langsung terjunkan tim, membuka posko dan trauma healing pada korban,” kata Ganjar.
Evaluasi tegas
Selain itu, Ganjar juga meminta instansi terkait untuk melakukan inspeksi dan pendataan ulang pondok asuhan Wildan tersebut.
Ganjar tak menutup kemungkinan untuk menutup pondok tersebut jika ditemukan permasalahan serius.
Pihaknya juga akan menyediakan nomor aduan bagi masyarakat dan khususnya orangtua santri.
“Misalnya nanti kita pasang nomor aduan di semua sekolah dan pondok agar semua berani melapor. Tidak hanya pencabulan, bisa juga bullying dan kejadian tidak sesuai lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, polisi sendiri masih melakukan pendalaman kasus itu.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, modus pelaku yakni membujuk korban untuk melakukan hubungan dengan alasan akan dapat karomah.
Selain itu pelaku juga mengelabui korban dengan seolah melakukan nikah siri.
Tak hanya itu, pelaku juga mengancam para korban untuk tidak melaporkan tindakan bejatnya itu.
“Kami akan terus mengembangkan kasus ini, karena tidak memungkinkan ada korban lain. Pelaku kami jerat dengan undang-undang perlindungan anak dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun. Bisa juga lebih karena kejadiannya berulang,” tandasnya.
Sumber: Kompas