KAYUAGUNG,- Kantor Desa Celikah Kecamatan Kayuagung .Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mendadak heboh disaat rapat antar warga sedang berlangsung, sejumlah wartawan yang sedang liputan dikeroyok warga setempat. Atas insiden ini, terlihat sejumlah luka bekas pukulan. Awak media juga melaporkan pengeroyokan ke Polres OKI Kamis (28/3)
Diduga hanya karena permasalahan absensi, dan penggunaan handphone, sejumlah wartawan yang melakukan tugas jurnalistik, harus berjibaku menyelamatkan diri masing-masing.
Beruntung, meskipun harus menahan bogem mentah, sejumlah wartawan berhasil diselamatkan warga setempat dari lokasi acara penentuan sanksi adat bagi kedua warganya yang tertangkap tangan selingkuh Rabu (27/3/2019).
Aksi premanisme ratusan warga Celikah ini sendiri, mengakibatkan sejumlah wartawan yakni Mat Bodok (40), Sanfriawan (43) dan Wahid Aryanto (35) mengalami luka memar di bagian kepala dan robek di bagian bibir akibat pukulan massa yang terus berusaha memukul awak media.
Bahkan dikabarkan, aksi anarkisme masyarakat ini, nyaris memakan korban jika masing-masing wartawan tidak berusaha lari dari kepungan warga.
“Tanpa diduga, ratusan massa yang hadir terus mendekat seraya melayangkan pukulan bertubi-tubi. Dalam keadaan terkepung, kami berusaha menghindar, meski harus menahan pukulan di muka hingga kepala belakang,” terang wartawan Sriwijaya Post dan Tribun Sumsel Mat Bodok di RSUD Kayuagung.
Aksi kekerasan terhadap jurnalis sendiri, menurut Bung Bodok panggilan akrabnya ini, menyebutkan, ada upaya provokasi dari sejumlah warga yang tidak menginginkan kehadiran wartawan untuk memantau kegiatan tersebut.
Ia meneruskan, meski belum jelas alasannya mengapa warga khawatir diliput, namun ia mengingat kembali adanya upaya provokasi kerusuhan yang diawali dengan teriakan usir wartawan.
“Sejurus dengan komando warga usir wartawan, warga lainnya meringsek maju sembari menghadang kami bertiga,” jelasnya.
Aksi pemukulan terhadap wartawan itu merupakan salah satu bentuk brutalisme yang dipertontonkan masyarakat.
“Sesaat lepas dari kepungan warga, meskipun saya sudah berlari menuju Puskemas Celikah, didepan kantor desa, namun ratusan warga tetap mengejar tanpa ampun,” sesalnya.
Ia menambahkan bukti dengan mengatakan, tidak semua yang hadir gerah dengan kehadirannya.
“Sebagian warga lainnya justru menginginkan kehadiran wartawan dapat meliput upacara adat diarak keliling kampung,”ujarnya.
Wartawan bukanlah musuh tapi komponen masyarakat yang berperan menjaga sosial kontrol, terutama terhadap kebijakan pemerintah atau regulasi yang merugikan rakyat.
“Persoalan ini jelas bukan perkara biasa, dalam setiap peliputan wartawan dilindungi undang-undang. Biarlah kepolisian bekerja terkait mekanisme penegakan hukumnya seperti apa, termasuk mencari provokatornya” tuturnya.
Ia menduga, tindakan main hakim sendiri lantaran warga sudah terprovokasi sedemikian rupa. Tidak mengherankan, karena hal sedikit saja, dapat memicu keributan.
“Setelah dijelaskan bahwa kami bukan warga Celikah, sehingga tidak memerlukan absensi, warga lainnya lalu memprovokasi dengan melarang menggunakan handphone,” terangnya.
Meski merasa heran, wartawan dilarang mengetik berita, atau hanya untuk sekedar pegang handphone, ia mengaku mencoba memaklumi.
“Melihat saya mainan HP berteriak sudahlah, jangan nak ngetik-ngetik. Dan saya jawab tidak, karena memang tidak sedang ngetik berita, tapi lihat facebook,” ungkap Mat Bodok seraya mengaku mendengar pengusiran warga hingga akhirnya pengeroyokan ini tidak dapat dihindari terjadi.
Menanggapi peristiwa ini, Plt Ketua PWI OKI, Lidia Sinaga didampingi Bambang Samudera SH dan Sekjen IWO, Romi Maradona SHi menyatakan akan membawa permasalahan ini ke jalur hukum.
“Usai visum para korban kita dampingi ke Polres OKI untuk melaporkan kasus ini. Tugas peliputan juga diatur oleh Undang-Undang, tidak ada yang bisa melarang,” tandasnya.(Tim/Rel)