Tanah sebagai objek kebutuhan, maka tak heran beberapa individu atau sekelompok masyarakat memperebutkan objek tersebut. Perebutan tanah di Indonesia seiring waktu terus bergejolak sehingga makin lama menimbulkan banyak sengketa.
“Salah satunya adalah pemilik yang melakukan perjanjian jual beli tanah tetapi tidak meneruskan tanah yang diperjualbelikan tersebut kepada kantor pertanahan setempat untuk dibuatkan sertifikat tanah. Maka dari itu, fokus dari penelitian berupa: (1) Bagaimana klasifikasi pembuktian yang sah terhadap kepemilikan tanah seseorang?, (2) Bagaimana kekuatan hukum dari kertas segel sebagai bukti kepemilikan tanah seseorang?,
(3) Bagaimana perlindungan hukum dari Kantor Badan Pertahanan Nasional apabila terdapat objek tanah yang hanya berlandaskan surat bukti kepemilikan segel? Adapun peneliti menggunakan metode deskriptif analitis dan pendekatan berupa Yuridis Normatif. Peneliti juga menggunakan analisis data berupa yuridis kualitatif. Selain itu, peneliti juga melakukan penelitian kepustakaan dan lapangan pada tahap dan teknik pengumpulan data.
Peneliti juga menggunakan analisis data yuridis kualitatif dengan menggunakan data penelitian primer dan sekunder guna menjawab permasalahan yang sistematis. Hasil pada penelitian ini yaitu: (1) Di dalam kepemilikan atas tanah terdapat pembuktian alat hukum yang memiliki kekuatan hukum untuk mengakui pemilik tanah tersebut, berorientasi pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria,
berikut macam-macam alat pembuktian tanah yang sah didepan hukum, (2) Berorientasi dengan klasifikasi alat pembuktian atas kepemilikan tanah masih sering terjadi perdebatan. Hal ini dikarenakan masih abstraknya kedudukan hukum diantara satu dengan yang lain termasuk kedudukan surat segel dan sertifikat tanah, dan (3) Walaupun surat segel kedudukannya dibawah sertifikat tanah, tetap diberikan perlindungan hukum karena sebagai alat pembuktian kepemilikan yang sah,
Namun demi “kepastian hukum” maka diperlukan pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat sehingga kepemilikan atas tanah tersebut menjadi kuat (perlindungan hukum preventif). Kata Kunci : Kekuatan Hukum, Surat Segel, Kepemilikan Tanah
Menurut Ahli hukum perdata Magister kenotarisan Wigo Utomo.SH ,M.Kn.”,mengungkapkan memang kwbanyakan masyarakat pada umumnya kalu sudah jual beli rumah ataupun tanah terkadang lupa akan surat-surat ,misalkan tanah yang di beli bertahun-tahun tidak ada surat mereka lupa dan menganggap reme terkait persoalan surat kepemilikan atas tanah.sudah sekian tahun mereka beli tanah yang awalnya memang tidak memiliki surat tersebut barula si pembeli buat surat Seperti kepada kepala desa dengan bentuk Surat Pengakuan Hak (SPH)
Adapun tingkatan surat-Surat Tanah Seperti Contoh Surat Segel Bisa mengalahkan sertifikat, sertifikat bisa di kalahkan oleh segel karna si pemegang sertifikat bukanla ahli waris, karna bukan ahli waris daripada tanah yang bersertifikat dan pemegang segel adala ahli waris daripada tanah yang di sengketakan, maka perlu diketahui biar setumpuk gunung yang menguasai tanah dan pegang sertifikat tersebut kalu di telusuri dan terbukti bukan ahli waris maka saertifikat yang ia pegang batal demi hukun,” tegas Wigo kepada tim media
Apa lagi si pembeli tanah tanpa surat dari awal pembelian, dan adapun si pembeli tanah sudh sekian tahun bli tanah tanpa surat terus tanah yang mereka beli di bikinkan surat hanya mengakui yaitu surat pengakuan hak (SPH) surat SPH yang baru mereka buat sudah jelas kalah oleh surat Segel, “tutur Wigo Utomo,SH.M.Kn
Banyak jenis surat-surat tanah seperti Surat Pengakuan Hak (SPH)
Surat Segel katakanla tahun 1991 atau 1960
Terus Surat tanah tertinggi yaitu sertifikat
Jadi itula jenis surat-surat kepemilikan tanah, adapun masyarakat pemegang surat sertifikat tanah namu asal usulnya bisa memegang sartifikat tanah mereka tidak tau, ini juga sering kali jadi persoalan di masyarakat,” jelas wigo utomo
Adapun misalkan mereka beli tanah namun tanah yang mereka beli dari awal misalnya 5 hektar dan tanah yang mereka beli bukan dari pemilik tanah yang pertama atau pemilik yang asli/Sah apa yang mereka beli itu tidak sah menurut hukum jual beli
Apa lagi misalkan tanah yang mereka beli itu tanah waris orang tua ,seandainya tanah yang di beli mereka 4 hektar dan yang jual hanya orang satu, sementara Ahli waris tanah yang di jual ini ada lima bersaudara yang jual satu orang yang empat bersaudara tidak tau menau atau tidak ada tanda tangan sedikitpun pada saat penjualan tanah oleh saudara mereka, maka persoalan jual beli seperti ini boleh dikatakan cacat hukum,
Apa lagi si pembeli tanah waris dari orang tua mereka dari awal beli tanah tersebut tidak ada surat-surat resmi daripada yang jual Tanah ,sama saja jual beli seperti ini ibaratkan beli motor atau mobil bodong tanpa surat resmi,” terang wigo utomo.SH, M.Kn.
Adapun mereka yang jual beli tanah waris atau tanah keluarga misalkan mereka 5 bersaudara yang jual hanya orang satu yang 4 bersaudara tidak ada tanda tangan maka ini yang dikatakan jual beli ilegal
Apa lagi yang beli tanah tersebut asal beli saja tanpa surat-surat tanah, tetap saja mereka yang beli ini namanya cari perkara,! karna apa saya bilang cari perkara karna suatu saat surat resmi atas tanah yang mereka beli muncul maka si pembeli wajib mengwmbalikan tanah yang mereka beli, tanpa surat dari awal pembelian itu dan di kemudian hari surat itu muncul dan pemegang surar tidak pernah merasa menjualkan tanah warisan tersebut maka si pembeli tanah tersebut wajib menyerahkan kembali kepada pemilik tanah yang sah dan memohon maaf kepada pemilik tanah insya allah mereka selaku pemilik tanah yang sah/resmi yang selama ini merasa dirugikan tidak melaporkan mereka si pembeli tanah kepada Aparat penegak hukum atas dugaan menguasai tanah selama bertahun-tahun tanpa Hak, “pungkas wigo utomo SH, M.K.n kepada tim media
(Editor: Tim/Red)
Discussion about this post