BandarLampung, Ampera-News.com – Prona adalah Proyek Operasi Nasional Agraria, yaitu legalisasi aset tanah atau proses administrasi pertanahan mulai dari adjudikasi, pandaftaran tanah, hingga penerbitan sertifikat tanah. Program Prona di selenggarakan secara nasional oleh Kantor Pertanahan/BPN.
Program ini diselenggarakan dengan tujuan mempercepat pemenuhan hak dasar rakyat agar mendapat kepastian hukum kepemilikan tanah. Sasaran dari Program Prona adalah masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah dengan kriteria antara lain pekerja dengan penghasilan tidak tetap seperti petani, nelayan, pedagang dan buruh musiman, serta lain-lain mereka yang berpenghasilan tetap seperti pegawai swasta bergaji UMR, veteran dan sebagainya.
Peserta Program Prona dibebaskan dari komponen biaya pengukuran bidang tanah, pemeriksaan tanah, pengesahan data fisik dan penerbitan sertipikat yang sudah ditanggung oleh Pemerintah melalui DIPA APBN Kementerian Agaria dan Tata Ruang.
Namun, diluar itu, ada beberapa komponen yang tidak ditanggung Pemerintah seperti biaya materai, pembuatan dan pemasangan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan bagi yang terkena ketentuan perpajakan, semuanya menjadi beban kewajiban peserta.
Kemudian, mengenai biaya yang dikenakan untuk sertifikat tanah PRONA, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”).
Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut : Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, persertifikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertifikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan informasi yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional.
Terkait masalah Prona kelurahan Rajabasa Raya di duga melakukan pelanggaran dengan menarik sejumlah uang biaya kepada penerima sertifikat prona.
Pembagian sertifikat prona (PTSL) yang dilaksanakan di kantor lurah Rajabasa Raya kepada warga dihadiri staf lurah, dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan angota pokmas.
Lurah Rajabasa Raya dalam hal ini Dra.Sugih Agusta.MM. tidak hadir dalam pembagian tersebut. Pembagian sertifkat langsung ke pada pihak warga yang mempunyai hak tanah.
Menurut keterangan yang di dapat di lapangan sertifikat yang dibagikan seharusnya adalah 100 sertifikat, tetapi masih belum terbagi 18 sertipikat karna warga yang akan dibagikan tidak hadir pada saat itu.
Ketika di temui media salah satu warga yang mendapatkan sertifikat prona menerangkan bahwa pembuatan sertipikat di minta uang Rp 1jt dan Rp300.000 untuk saprodik nya. Jadi biaya yg di keluarkan oleh warga untuk pembuatan sertifikat prona yaitu Rp1,3jt.
Ditempat yang berbeda media kemudian mengklarifikasi masalah tersebut kepada Sekertaris kelurahan yaitu A. Roni. SE. Roni menerangkan bahwa masalah PTSL atau pembuatan sertifikat prona adalah pihak dari pokmas yang mendapat SK dari BPN.
“Karena dari pihak pokmas tidak bisa membuat surat menyurat maka pihak pokmas menyerahkan ke pada saya ” ucap Roni. “Sebenarnya saya sudah meminta bantuan kepada Mahasiswa namun mereka tidak mampu. Maka berkas kembali ke saya.” Ungkap Roni melanjutkan.
Keterangan masalah biaya penarikan dana 1jt /sertifikat dan 300 ribu saprodik itu yang membuat kesepakatan dari RT Rajabasa Raya semua dari RT 01 sampai 20. Keterangan tersebut dari Damiri selaku angota pokmas dan juga keterangan dari seketaris lurah Rajabasa Raya A,Roni SE. (Herman)
Discussion about this post