Palembang-(Ampera-News.com) – Tuduhan soal pemaksaan pembayaran komite sebesar Rp100.000 di SMA Negeri 19 Palembang memicu polemik di masyarakat. Yang di temui oleh wartawan pada Senin, 20 Januari 2025, pukul 10.00 WIB, Kepala Sekolah Hj. Binti Koniaturrohma, M.Pd, dengan keras membantah tudingan tersebut. Ia menyebut bahwa pembayaran komite bersifat sukarela.
“Pembayaran komite tidak pernah dipaksakan. Jumlah Rp100.000 itu hanya patokan hasil musyawarah, bukan kewajiban,” tegas Hj. Binti. Namun, pernyataan ini justru menuai keraguan di kalangan masyarakat, khususnya orang tua siswa, yang merasa adanya tekanan terselubung.
“Kalau memang sukarela, kenapa harus ada angka yang disebutkan? Ini seperti bentuk intimidasi halus,” kata seorang wali murid yang menolak disebutkan namanya. Ia mengaku khawatir anaknya akan diperlakukan berbeda jika tidak membayar sesuai patokan tersebut.
Pada saat di konfirmasi oleh wartawan, Hj. Binti menegaskan bahwa kebijakan ini berdasarkan hasil musyawarah dengan komite sekolah. “Keputusan ini dibuat bersama untuk mendukung kegiatan operasional sekolah, tapi sifatnya tetap tidak wajib,” ujarnya. Namun, jawaban tersebut dinilai tidak memuaskan untuk wartawan yang mempertanyakan sejauh mana keputusan itu.
Lebih lanjut, Hj. Binti membantah tuduhan bahwa siswa yang orang tuanya tidak membayar akan diperlakukan berbeda. “Tidak ada diskriminasi di sini. Semua siswa mendapatkan hak yang sama, terlepas dari kemampuan ekonomi orang tuanya,” katanya. Meski demikian, sejumlah orang tua mengaku khawatir anak mereka akan menjadi sasaran perlakuan tidak menyenangkan.
Transparansi pengelolaan dana juga menjadi sorotan. Hj. Binti menyatakan laporan keuangan komite disampaikan secara terbuka dalam rapat tahunan. Namun, beberapa orang tua merasa laporan tersebut tidak disampaikan secara rinci. “Kami tidak pernah diberi akses penuh untuk melihat ke mana dana itu dialokasikan. Padahal, fasilitas sekolah masih jauh dari memadai,” ujar seorang wali murid.
Sementara itu, Hj. Binti mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar. “Kalau ada yang ragu, kami persilakan untuk datang langsung ke sekolah. Kami selalu terbuka untuk memberikan klarifikasi,” katanya.
Wartawan dan Orang tua siswa mendesak agar pihak sekolah benar-benar menerapkan prinsip transparansi dan keikhlasan dalam pengelolaan dana komite. “Kami tidak menolak iuran, tapi kami ingin jaminan bahwa dana tersebut digunakan dengan baik dan tidak ada tekanan dalam pembayarannya,” kata seorang orang tua dengan nada kecewa.
Polemik ini menimbulkan pertanyaan besar: benarkah kebijakan pembayaran komite di SMA Negeri 19 Palembang sudah berjalan sesuai prinsip sukarela? Ataukah ada tekanan halus yang membuat orang tua merasa terpaksa? Hingga kini, pihak sekolah masih belum memberikan jawaban memuaskan terhadap keraguan masyarakat.
Dengan sorotan yang terus meningkat, kredibilitas SMA Negeri 19 Palembang dipertaruhkan. Apakah pihak sekolah mampu membuktikan bahwa kebijakan mereka benar-benar adil dan transparan? Waktu dan respons mereka terhadap keluhan masyarakat akan menjadi kunci untuk menjawab pertanyaan ini. (red)
Discussion about this post