Jakarta www Ampera News.com-Perbedaan pendapat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tentang status tersangka Kepala Basarnas, Henri Alfiandi, dalam kasus dugaan korupsi akhirnya ditutup “permintaan maaf” oleh pimpinan KPK.
“Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani,” kata Johanis.
Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, di kantornya, pada Jumat (28/07) sore, seusai bertemu Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.
Seperti dikutif dari bbc nes indonesia
Agung Handoko menemui pimpinan KPK setelah pihaknya menggelar jumpa pers resmi di Mabes TNI yang isinya menyatakan status tersangka itu “menyalahi aturan”.
Henri saat menjalankan tugasnya sebagai Kabasarnas masih berstatus TNI aktif, kata Agung.
Sehingga penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif tidak bisa sembarangan dilakukan selain oleh Pupom TNI, kata Agung.
“Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan,” kata Agung.
KPK akui buat ‘kekeliruan dan kekhilafan’
Di hadapan wartawan dan rombongan Puspom TNI, Johanis mengakui tim penyidik KPK membuat “kekeliruan, kekhilafan” saat melakukan penangkapan Henri Alfiandi.
“Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani,” kata Johanis.
Pimpinan KPK, menurutnya, sudah meminta maaf dalam pertemuan dengan Agung Handoko dan tim Puspom TNI pada Jumat siang.
“Kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan,” ungkap Johanis .
Pada Rabu (26/07), KPK telah menetapkan Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Lembaga antirasuah ini juga menetapkan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai tersangka kasus yang sama.
Menanggap status tersangka atas dirinya, Henri Alfiandi langsung bereaksi dengan berujar bahwa “Tujuannya [pengadaan barang] memang untuk itu (kebutuhan kantor),” kata Henri kepada Kompas.com, Kamis (27/07).
Dia juga mempertanyakan wewenang KPK menangkapnya, karena dirinya masih berstatus anggota TNI saat proyek itu berjalan.
“Ya diterima saja (status tersangka), hanya kok enggak lewat prosedur ya, kan saya militer,” kata Henri Alfiandi, Kamis (27/07).
Komandan Pusat Polisi Militer TNI, Marsekal Muda Agung Handoko, menyebut KPK “telah melebihi kewenangannya” dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Agung menjelaskan, Henri saat menjalankan tugasnya sebagai Kabasarnas “masih berstatus TNI aktif”.
SUMBER GAMBAR,FAKHRI HERMANSYAH
Keterangan gambar,
Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko (kanan) bersama Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono (tengah) dan Kababinkum TNI Laksda TNI Kresno Buntoro (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat (28/07).
“Sehingga penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif tidak bisa sembarangan dilakukan selain oleh Puspom TNI.
“Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan,” tegas Agung.
Lebih lanjut dia menyatakan, yang berhak menetapkan seorang anggota TNI sebagai tersangka adalah penyidik militer, yaitu Puspom TNI.
“UU Peradilan Militer sudah jelas bahwa kami TNI, ada kekhususan, ada undang undang tentang peradilan militer, nah itu yang kami gunakan,” kata Agung.
SUMBER GAMBAR,ANTARA
Keterangan gambar,
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (kedua kanan) menunjukkan barang bukti dalam konferensi pers terkait penetapan dan penahanan tersangka pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Henri sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas pada Rabu (26/07).
Lembaga antirasuah ini juga menetapkan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai tersangka kasus yang sama.
“Diduga HA (Henri Alfiandi) bersama dan melalui ABC (Arif Budi Cahyanto) mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (26/07).
KPK juga menetapkan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA) sebagai pemberi suap.
(Editor: Tim/Red Ampera News.com)
Discussion about this post